Seperti biasa setelah
sholat Maghrib berjamaah, Kaji Budi, Indro, Kasino, Dono, Ustadz Ishari dan Gus Bejo duduk
bersama di Kantor Takmir yang juga difungsikan sebagai Basecamp pemuda bersarung (sebutan remaja masjid.red). Terkadang
sebatas mengobrol, rebahan, diskusi atau berlatih ‘Banjarian’—sebutan memainkan alat terbang al-Banjari – untuk
persiapan jika ada undangan dari luar atau persiapan lomba.
Dan ketika itu,
terjadilah diskusi kecil-kecilan di antara mereka.
Kaji
Budi: “Coba perhatikan, Masjid kita bagus ya bro!”
Indro:
‘Oh ya jelas tho Ji, lhawong hampir tiap tahun setiap dana
cair dari hasil panen Tebu, Masjid ini diper-Cantik bangunannya, iyo tho?
Kaji
Budi: “Sippp, betul sekali ndro.”
Kasino:
“Kalo menurutku ya bro, Masjid ini tidak sekedar bagus lho, Masjid kita ini buuuagus, indah dan megah bro. Ini menurutku bro, ndak tahu
kalau menurut Mas Dhani dan Mas Anang.
Dono:
“Hahaha, gaya lu Kaaas..Kas! Kayak juri Indonesian
Spidol saja! Hahaha.. Semuapun tertawa.
Gus
Bejo: “Zaaa...za..za, saya setuju sekali dengan elu Kas, Masjid kita ini bagus, indah
dan megaaaaah. Yach, kita ucapkan terimakasih saja buat pengurus Masjid ini
yang sudah berupaya memakmurkan dan memperbagus bangunan masjid ini.
Kaji
Budi: ”Yak, bethul, betul, betul. (Gaya Upin Ipin). Kalo
begitu kita musti berdoa sajaaa, mudah-mudahan pengurus Masjid ini terus
memperbagus bangunan Masjid ini biar tambah megaaaaaah!” hehehe...
Gus
Bejo: “Nggeh, silahkan
berdoa, tapi sampean-sampean ini sebagai
penggerak dan pimpinan Jamaah “Pengguncang Kampung” kudu terus semangat lho ya,
semangat memakmurkan masjid ini, semangat dan semangat.
Kaji
Budi: “Se..se..se...se’! Maksudnya Jamaah “Pengguncang
Kampung” niku pripun (itu apa) Gus?”
Gus
Bejo: “Loooh, apa sampean-sampean ini ndak sadar kalau tiap kamis
malam Jumat itu membikin telinga orang-orang sekampung ini guncang karena bunyi
pukulan terbang sampean yang ndak karu-karuan itu?” Hahaha. Tapi
beruntung ada suara merdu Kaji Budi yang melantunkan solawat atas Nabi, jadinya
suara terbang yang ndak karu-karuan itu bisa sedikit terminimalisir. Hahaha.
Kaji
Budi: ”Lah terus nopo
hubungane (apa hubungannya) pembangunan Masjid sama rasa semangat kita
dalam bersholawat Gus?”
Gus
Bejo: “Ngene lo dulur, pada waktu jamaah “Pengguncang
Kampung” ini mulai berdiri tanggal 15 April 2013, tepatnya kurang lebih setahun
yang lalu, Pak Takmir pernah tho memberi
janji kepada kita bakal membelikan Alat terbang Banjari kalo dah dapat dana
dari Panen Tebu?” “Iya tho?”
Iya.. iya..ya bener! Jawab
Dono, Kasino dan Indro serempak.
Dono:
“Oh tentu kita ndak lupa itu...” Sahut Dono penuh semangat.
Kaji
Budi: “Oh ya, saya juga baru ingat, tapi saya masih belum mudeng (faham) hubungannya dengan yang
tadi Gus?”
“Iya Gus, kita juga
belum mudeng.” Jawab Dono, Kasino dan Indro serempak.
Gus
Bejo: “Jadi begini, kenapa dulu itu Pak Takmir tidak
langsung membelikan alat terbang banjari kepada Remaja masjid itu karena pada
waktu itu belum ada dana. Jadi, hanya bisa menjanjikan bakal membelikan kalau
sudah ada dana dari hasil panen Tebu.”
Kaji
Budi: “Lah..laaah, berarti bagus dong itu, sekarang itu
dah panen Tebu, iya tho? Berarti sebentar lagi REMAS dah punya alat terbang
Banjari sendiri, ndak pinjem lagi. Justeru itu bakal nambah semangat Gus.”
“Bethul...bethul...bethul.
Yesss, kita punya alat sendiri.” Jawab Dono, Kasino dan Indro serempak.
Gus
Bejo: “Hehehe, Gus’e iki durong mari oleh’e njelasno (belum selesai menjelaskan), dengarkan
dulu tho..., justeru dari sini nanti saya khawatir muncul rasa kurang semangat
dari diri kalian karena tidak sesuai dengan apa yang kalian harapkan.”
Dono:
“Loh memangnya kenapa Gus?”
Gus
Bejo: “Oke saya jelaskan, tapi jangan kecewa lo ya...?”
“Oke Gus, siip!” Jawab
mereka serempak.
Gus
Bejo: “Ya, Jadi begini... kemarin saya sudah sempat
menanyakan atau menagih janji ke Pak Takmir dan beliaunya memberi jawaban
begini, “Iya, saya dulu sudah janji ke kalian untuk membelikan alat terbang
Banjari, tapi gimana ini ya... Rego Tebu
taon iki Ajor rek, dadine gak isok nukokne Alat banjari iki, polane rencanane
duite bakale digawe dandani Payon Kantor Takmir ambe’ Payon’e gedung TPQ.” (Harga
jual Tebu sekarang hancur, jadi gak bisa belikan alat terbang Banjari, karena
dananya nanti dipakai buat teras kantor takmir dan teras TPQ). Jadi begitu...”
Kaji
Budi:
“Haduuuh, lemes.. Berarti Doa saya tadi salah dong Gus? Seharusnya, berdoanya
mudah-mudahan pembangunannya ditunda dulu, biar kita punya alat sendiri dan
ndak pinjem lagi.”
Gus
Bejo: “Lho zaaa, mulai ndak semangat... Ya doamu tadi itu
ndak salah kok. Masjid yang bagus, siapa yang tidak suka? Masjid yang indah,
nyaman siapa yang tidak suka? Masjid yang Megah siapa yang tidak suka? Semua
pada suka tho?”
Kaji
Budi: “Iyaa... tapi apa ndak ada sisa dana buat beli alat
itu?” Tanya Kaji Budi penuh harap.
Gus
Bejo: “Wah ya ndak tahu, mudah-mudahan ada...hehehe.”
“Aamiin!” Jawab mereka
serempak.
Gus
Bejo: “Yach, jadi intinya masjid itu bolehlah
diper-Cantik, diper-Ganteng, diper...apalagi? O ya, diperbagus, tapi kita musti
waspada jangan sampai kebablasan. Jangan sampai masjid dibangun hanya untuk Apik-api’an, Cantik-cantikan,
ganteng-gantengan, artinya masjid itu dibangun hanya untuk
bermegah-megahan. Ndak baik itu... sama sekali ndak baik dan ndak perlu.”
Mendengar
obrolan ini, Ustadz Ishari yang dari tadi terlihat sibuk baca Kitab, akhirnya angkat bicara.
Ustadz
Ishari: “Nggeh, saya sepakat dengan Gus Bejo...
bermegah-megahan dalam membangun Masjid itu ndak baik.”
Kasino:
“Loh, apakah maksud panjenengan berarti pengurus takmir sekarang itu lebih
mementingkan pembangunan raga daripada jiwa tadz?”
Ustadz
Ishari: “Loh, ndak boleh su’udzon dulu, saya cuma mengingatkan saja agar kita semua sebagai
generasi penerus tetap waspada jangan sampai kebablasan dalam pembangunan
masjid, lebih-lebih hanya untuk bermegah-megahan, bukan begitu Gus Bejo?”
Gus
Bejo: “Yak, betul… Monggo dilanjut lagi ngajinya Ustadz!”
Ustadz
Ishari: “Yak saya teruskan, tapi jangan lari ya…?”
“Hahaha…” Semuapun
tertawa.
Ustadz
Ishari: ”Yak jadi, Masjid
menurut pendapat saya seharusnya menjadi tempat paling afdhol bagi semua muslim untuk berkeluh-kesah, berinteraksi batin
dengan Sang Khalik, dan bersimpuh menyadari betapa kecilnya diri kaum muslim
dihadapan Sang Maha Dari Segala Yang Agung. Masjid, bukanlah tempat yang justru
digunakan untuk menunjukkan bahwa diri kita ini lebih dari yang lain dalam
segala hal, bahkan dalam hal lebih hebat tingkatan ibadah kita sekalipun.
Semangat untuk
membangun masjid menurut pendapat saya tidak hanya sekedar
untuk menunjukkan bahwa kita memiliki tempat ibadah bila dibandingkan
dengan kelompok ataupun kaum lainnya. Apalagi apabila didasari semangat bahwa
masjid hanya merupakan proyek mercusuar yang entah kecil ataupun besar
dilandasi sikap pamer bahwa lingkungan kita memiliki tempat ibadah yang lebih
megah daripada lingkungan lainnya.
Semangat tersebut sama
sekali sangat mencederai niat ikhlas kita dalam membangun masjid. Kita
sejatinya bukan membangun masjid demi kepentingan umat, namun sebenarnya lebih
didasari oleh sikap pamer kemampuan kita. Padahal rasulullah mengingatkan
dengan sangat tegas:
Anas mengatakan, “Banyak orang yang akan bermegah-megahan
dalam mendirikan masjid, tetapi mereka tidak memakmurkannya melainkan sedikit”
[HR Bukhari]
Aku tidak menyuruh kamu membangun masjid untuk kemewahan
(keindahan) sebagaimana yang dilakukan kaum Yahudi dan Nasrani. (HR. Ibnu
Hibban dan Abu Dawud).
Benar, sekali bahwa
Allah sangat menyukai keindahan, kebersihan dan kerapian. Tidak salah memang
jika kita menghias dan memperindah Baitullah.
Rasulullah Saw menyuruh kita membangun masjid-masjid di
daerah-daerah dan agar masjid-masjid itu dipelihara kebersihan dan
keharumannya. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Namun perlu diingat,
perilaku berlebih-lebihan, niatan pamer, bahkan pemborosan adalah perilaku yang
sangat tidak disukai oleh Allah.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah
saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada
Tuhannya.” [Al Israa’:26-27]
Bahkan dalam menghias
masjid pun, Khalifah Umar dengan tegas menyatakan bahwa keutamaan masjid adalah
mampu memberikan perlindungan yang memadai bagi para jamaah ketika berjamaah,
bukan menghiasnya berlebihan sehingga mengganggu kekhusukan ibadah kita.
Umar menyuruh membangun masjid dan berkata, “Lindungilah
manusia (yang berjamaah di dalamnya) dari hujan. Jangan sekali-kali diwarnai
merah atau kuning karena hal itu dapat menyebabkan orang-orang tergoda (tidak
khusuk).” [HR Bukhari]
Masjid yang sederhana
namun nyaman untuk dikunjungi, makmur, bersih, sehat, penuh dengan kegiatan
syiar yang cerdas merupakan satu hal yang jauh lebih baik menurut saya
ketimbang Masjid yang besar dan megah namun membuat kita menjadi sebagian umat
yang suka menengadahkan muka, membusungkan dada dan lupa diri, apapun
alasannya. Jadi begitu.
Gus
Bejo: “Wah
mantab sekali ustadz, yak jadi intinya kita saling mengingatkan saja. Seperti
yang sudah dijelaaskan di atas, masjid itu bolehlah diper-Cantik,
diper-Ganteng, diper...apalagi? O ya, diperbagus, tapi kita musti waspada
jangan sampai kebablasan. Jangan sampai masjid dibangun hanya untuk Apik-api’an, Cantik-cantikan,
ganteng-gantengan, artinya masjid itu dibangun hanya untuk
bermegah-megahan. Ndak baik itu... sama sekali ndak baik dan ndak perlu.”
“Nggeh… nggeh…nggeh.’
Jawab mereka serempak.
Gus
Bejo: “Dan… satu lagi pesan saya, semoga kita tetap
semangat, tetap istiqomah, berlomba-lomba
memakmurkan Masjid ini. Pengaosan Hari Minggu yang dibimbing Ustadz Hari ini bisa
terus Istiqomah, dan juga untuk Jamaah Pengguncang Kampung pimpinan Kaji Budi melalui
sholawat dan pukulan terbangnya ini juga tetap istiqomah meski alatnya hingga sekarang masih pinjem, hahaha…”
“Hahahahaha…, Oke Siap!”
Sahut mereka serempak.
Ustadz
Ishari: “Gkgkgkgkgk, Nggeh pun, sampun Isya’, monggo kitho
sareng-sareng sholat berjamaah isya’.
Monggo…monggo!”
“Allohu
‘alam… Allohumma Sholli ‘ala sayyidina Muhammad!.”