Rabu, 14 Mei 2014

7 SIFAT YANG HARUS DIMILIKI SEORANG PEMIMPIN

Pemateri : KH. Drs. Qomaruddin, MA.
الحمد لله الذي أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله ولو كره المشركون. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله ، اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه أجمعين، أما بعد.
فياعباد الله أوصيكم وإياي بتقوى الله فقد فاز المتقون. قال الله تعالى في القرأن العظيم: {وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلَاةِ وَإِيتَاء الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِينَ  (الأنبياء: 73)
Ma’asyiral muslimin sidang jum’at Rahimakumullahu,
Setiap orang dalam kehidupan yang fana ini, mempunyai fungsi kepemimpinan, menjadi pemimpin di lingkungannya masing-masing, seperti firman Allah Ta’ala yang dibacakan di awal khutbah tadi. Mengingat besarnya tanggung jawab menjadi pemimpin di dalam lingkungan masing-masing, sesuai dengan ruang lingkup dan daerah teritorial masing-mssing, maka syarat-syarat, sifat-sifat dan akhlak untuk menjadi pemimpin haruslah dimiliki dan dikembangkan.
Pada kesempatan ini, ingin kita uraikan akhlak daripada kepemimpinan yang diperlukan, yang dituangkan oleh khalifah pertama Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu, tatkala beliau dilantik menjadi kepala pemerintahan setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam wafat. Pidato tersebut adalah sebagai berikut:
Amma ba’du, saudaraku sekalian.., sesungguhnya aku telah terpilih sebagai pimpinan atas kalian dan bukanlah aku yang terbaik diantara kalian, maka jika aku berbuat kebaikan bantulah aku. Dan jika aku bertindak keliru maka luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah, sementara dusta adalah suatu pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian sesungguhnya kuat di sisiku hingga aku dapat mengembalikan haknya kepadanya Insya Allah. Sebaliknya siapa yang kuat di antara kalian maka dialah yang lemah di sisiku hingga aku akan mengambil darinya hak milik orang lain yang diambilnya. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali Allah akan timpakan kepada mereka suatu kehinaan, dan tidaklah suatu kekejian menyebar di tengah suatu kaum kecuali adzab Allah akan ditimpakan kepada seluruh kaum tersebut. Patuhilah aku selama aku mematuhi Allah dan RasulNya. Tetapi jika aku tidak mematuhi keduanya maka tiada kewajiban taat atas kalian terhadapku. Sekarang berdirilah kalian untuk melaksanakan shalat semoga Allah merahmati kalian… (Ibnu Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyah 4/413-414, tahqiq Hamma Sa’id dan Muhammad Abu Suailik)
Dari pidato kenegaraaan khalifah yang pertama itu, dapat disimpulkan 7 macam akhlak kepemimpinan yang perlu dipersunting oleh setiap orang yang akan memegang pimpinan. Dan juga bagi yang memegang pimpinan yang bertanggung jawab, baik pemimpin lingkungan maupun masyarakat, terlebih pemimpin Negara.
kholifah-bumi2Marilah kita uraikan tujuh akhlak atau sifat tersebut satu persatu.
1.       Sifat Rendah Hati.
Banyak para pemimpin yang mulanya dekat dengan rakyat, turun ke bawah, integrasi kepada kaum yang lemah, tapi begitu mempunyai kedudukan, timbullah apa yang disebutkan dalam peribahasa “Kalau hari sudah panas, kacang lupa kulitnya”. Sifat sombong, congkak, tinggi hati sudah mulai nampak, bukan hanya sekedar itu saja, terkadang dia sampai hati menginjak duduk orang yang telah mengorbitkannya atau menaikkannya. Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu menyatakan bahwa pada hakekatnya kedudukan pemimpin tidak berbeda daripada rakyat biasa, bukan karena ia orang istimewa. Tapi hanya sekedar orang yang didahulukan selangkah, yang mendapatkan kepercayaan dan dukungan orang banyak. Di atas pundaknya terpikul satu tanggung jawab yang besar dan berat baik terhadap umat, masyarakat pada umumnya, terlebih lagi terhadap Allah Ta’ala. Sifat rendah hati bukanlah merendahkan kedudukan seorang pemimpin, malah sebaliknya akan mengangkat derajatnya, martabatnya dalam pandangan masyarakat dan orang banyak.
2.       Mengharapkan Dukungan dan Bersifat Terbuka untuk Dikritik.
Setiap pemimpin memerlukan dukungan dan partisipasi rakyat banyak. Bagaimanapun kemampuannya ia tak akan bisa melaksanakan tugas-tugasnya tanpa partisipasi orang banyak. Jika orang banyak tersebut bersifat apatis, tak mau tahu, masa bodoh terhadap segala anjuran dan tindakannya, maka hal yang demikian merupakan tantangan yang berat. Oleh sebab itulah, seorang pemimpin harus terbuka untuk menerima kritik, asal saja sifat kritik itu sehat dan membangun. Janganlah orang yang melontarkan kritik tersebut dianggap sebagai lawan yang perlu dibungkam. Bahkan orang yang berani mengungkapkan kritik, menunjukkan kesalahan, kekurangan seorang pemimpin, justru itulah yang merupakan pastisipasi sejati.
3.       Sifat Jujur dan Memegang Amanah.
Sifat amanah yaitu dipercaya. Dan memelihara kepercayaan orang banyak adalah salah satu sifat kepemimpinan Islam yang penting. Islam mewajibkan kepada setiap muslim dan muslimah untuk menjaga dan memelihara amanah. Seperti yang dijelaskan di dalam al-Qur’anul karim.
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُواْ بِالْعَدْلِ إِنَّ اللّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ سَمِيعاً بَصِيراً (النساء: 58)
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.”  (An-Nisa’: 58)
Secara garis besar, ruang lingkup pemeliharaan amanah terbagi menjadi tiga. Pertama, amanah terhadap Allah Ta’ala. Kedua, amanah terhadap sesama makhluk terutama kepada manusia. Ketiga, amanah terhadap diri sendiri.
Memelihara amanah merupakan urat nadi antar hubungan. Apabila amanah itu rusak, maka terurailah segala ikatan, hubungan, putuslah tali temali tujuan yang baik, tata susunan kehidupan akan berantakan, dan pembinaan masyarakat insani akan mengalami kehancuran. Penyelewengan terhadap suatu amanah bukan saja merugikan orang yang terkena penyelewengan tersebut, tetapi akan mempunyai akibat mata rantai yang buruk di dalam kehidupan masyarakat. Dalam pengertian memelihara amanah adalah menyerahkan sesuatu urusan atau tanggungjawab kepada orang-orang yang mampu dan cakap, serta memenuhi persyaratan.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
إِذَا ضُيِّعَتِ اْلأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ. قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: إِذَا أُسْنِدَ اْلأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ.
“Jika amanah telah disia-siakan, maka tunggulah hari Kiamat.” Dia (Abu Hurairah) bertanya: ‘Wahai Rasulullah, bagaimanakah menyia-nyiakan amanah itu?’ Beliau menjawab: ‘Jika satu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah hari Kiamat!.” (Shahiih al-Bukhari, kitab ar-Riqaaq, bab Raf’ul Amaanah (XI/333, dalam al-Fat-hul)
Sebab itu, seorang pemimpin harus berlaku jujur. Imam Al-Ghazali membagi sifat jujur menjadi enam macam; jujur dalam perkataan, kemauan, niat, memenuhi tekad, perbuatan, menegakkan kebenaran serta menjalankan syare’at Islam.
4.       Berlaku Adil.
Adil ialah menimbang dan memperlakukan sesuatu dengan cara yang sama dan serupa, tidak pincang dan berat sebelah. Lawannya adalah zhalim. Islam meletakkan soal menegakkan keadilan dan menjauhi kezhaliman sebagai satu sikap hidup yang esensial. Allah Ta’ala memerintahkan sesara umum di dalam alquran:
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (النحل:90)
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (An-Nahl: 90)
Keadilah haruslah diterapkan dalam segala bidang kehidupan tanpa memandang orangnya, bahkan juga harus berlaku adil terhadap dirinya sendiri. Abu Bakar Ash-Shiddiq menegaskan bahwa orang yang lemah haruslah dibela dan dilindungi. Orang-orang yang kuat tidak boleh berlaku kejam dan sewenang-wenang.
5.       Komitmen dalam Perjuangan.
Seorang pemimpin haruslah bersikap konsisten dalam perjuangan. Yaitu terus menerus dan lestari dalam berjuang. Jangan acak-acakkan, pada satu waktu semangat tak kunjung padam dan tak kenal menyerah, tapi pada waktu yang lain mlempem dan mudah dijinakkan. Dalam suatu perjuangan menegakkan cita-cita dan kebenaran, pasti akan berjumpa dengan halangan dan tantangan. Halangan tersebut haruslah diatasi, jangan hanya dielakkan, terlebih mundur dan meninggalkan medan perjuangan, hilang tak tentu rimbanya. Disinyalir oleh khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam pidatonya di atas, bahwa orang yang meninggalkan medan juang, apalagi kalau sampai berkhianat, maka ia akan ditimpa kehinaan seumur hidupnya.
6.       Ditaati dan Bersikap Proporsional.
Seorang pemimpin haruslah mengabdikan dirinya kepada misi yang dipercayakan di atas pundaknya. Ia harus mempunyai wibawa terhadap umat yang dipimpinnya, dipatuhi. Jangan ketika berhadap-hadapan muka pengikutnya mengangguk-anggukan kepala dan mengatakan “ya”, karena takut. Sedang apabila di belakangnya mereka mengatakan “tidak”. Seorang pemimpin harus bersedia dan siap mundur apabila ia melakukan penyelewengan. Jangan terus menerus mempertahankan kedudukannya.
7.       Berbakti dan Mengabdi kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kepemimpinan bersifat manusiawi, mempunyai kekurangan-kekurangan disamping juga mempunyai kelebihan-kelebihan yang menentukan pada tingkat terakhir yaitu petunjuk ilahi dan garis-garis yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, seorang pemimpin harus senantiasa menghubungkan dirinya kepada Allah, berbakti kepada-Nya, melaksanakan segala sesuatu yang diridhai-Nya dan menjauhi segala hal yang dimurkai-Nya. Hasil dari sikap berbakti kepada Allah, akan menempa setiap orang terlebih pemimpin agar mempunyai sikap keseimbangan dan istiqamah dalam setiap situasi dan kondisi. Ridha menerima apa yang dapat dicapai, bersyukur apabila mencapai hasil, dan bersabar menghadapi tantangan demi tantangan.
Demikianlah 7 macam sifat kepemimpinan islam yang dapat dipetik dari khutbah khalifah pertama, dan terutama sekali ditujukan kepada yang akan memegang pimpinan dan juga sedang memegang pimpinan.
بارك الله لي ولكم فى القرأن العظيم ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم، أقول قولي هذا وأستغفرالله العظيم لي ولكم ، ولوالديّ ولوالديكم ولسائر المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم
الحمد لله رب العالمين وبه نستعينه على أمور الدنيا والدين . أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله ، اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه أجمعين، أما بعد.
فياعباد الله أوصيكم وإياي بتقوى الله فقد فاز المتقون. قال الله تعالى : أعوذ بالله من الشيطان الرجيم : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (آل عمران :102(
قال عز من قائل: إن الله وملائكته يصلون على النبي يآأيها الذين ءامنوا صلوا عليه وسلموا تسليما
 اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم و بارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم في العالمين إنك حميد مجيد. اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات.
اللهم أعز الإسلام والمسلمين، اللهم أعز الإسلام والمسلمين، اللهم أعز الإسلام والمسلمين وأهلك الكفرة الظالمين . ربنا هب لنا من أزواجنا وذرياتنا قرة أعين واجعلنا للمتقين إماما. ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار. عباد الله، إن الله يأمر باالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذكرون.  ولذكرالله أكبر
Diriwayatkan dari Kumail bin Yizad, bahwa ia keluar dengan Ali Abi Thalib radhiyallahu`anhu (ra.). Dalam perjalanan itu Ali menoleh ke kuburan lalu berkata, “Wahai penghuni tempat yang menyeramkan, wahai penghuni tempat penuh bala`, bagaimana kabar kalian saat ini? Maukah kalian kuberitahu kabar dari kami: harta-harta kalian telah dibagi-bagi, anak-anak kalian telah menjadi yatim, dan istri kalian telah dinikahi oleh orang lain. Kini, maukah kalian memberi tahu tentang kabar yang kalian miliki?”
Kemudian Ali menoleh pada Kumail dan berkata, “Wahai Kumail, seandainya mereka diizinkan menjawab mereka akan mengatakan, ‘Sebaik-baik bekal adalah takwa.’
Ali menangis. Lantas, kembali berkata, “Wahai Kumail, kuburan itu adalah kotak amal, dan di kala kematian, kabar dari isi kotak amal itu akan menghampirimu.” (Al Hasan bin Bisyr Al-Aamidiy, Kanzul `Ummaal, Juz III, hal.697, Maktabah Syamilah).

PEMILU DAN PEMIMPIN YANG AMANAH

الحمد لله الذى حثنا على الوحدة و الأخوة. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لاشريك له الملك الحقّ المبين. وأشهد أن محمّدا عبده ورسوله خاتم الأنبياء والمرسلين. اللهمّ صلّ وسلّم وبارك على سيدنا محمّد وعلى أله واصحابه أجمعين. أمّا بعد , فياعبادالله, أوصيكم وإيّاي بتقوى الله وطاعته لعلكم ترحمون.قال الله تعالي في القران الكريم وهو اصدق القائلين:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

Hadirin, Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah!       
Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 sebentar lagi digelar, yaitu sekitar satu bulan ke depan. Penyelenggaraan Pemilu tahun ini, merupakan kali keempat dalam Orde Reformasi atau pasca Orde Baru. Pemilu sejatinya menjadi ajang pemuliaan martabat manusia, sebab lewat mekanisme demokrasi, dapat dipilih pemimpin-pemimpin yang berkualitas, baik untuk pemilihan legislatif (Pileg) di DPR/DPRD dan DPD, ataupun pemilihan eksekutif, yakni pemilihan presiden dan wakil presiden (Pilpres), yang dilaksanakan setelah pemilihan legislatif. Di pundak merekalah bergantung nasib jutaan rakyat Indonesia. Melalui mereka, impian kesejahteraan rakyat Indonesia ini, diharapkan dapat menjadi kenyataan.
Sayangnya, sistem seleksi kepemimpinan lewat mekanisme demokrasi Pemilu di Indonesia, terkadang mengalami disorientasi. Pemilu sering dinilai gagal untuk mencapai tujuan utamanya, yaitu menghasilkan pemimpin-pemimpin berkualitas, yang mampu memimpin dan mengelola negara demi kesejahteraan rakyat. Demokrasi alih-alih bermetamorfosa menjadi sistem politik “dagang sapi”, yang sangat transaksional. Dalam konteks ini, menurut Dr. Solatun Dulah Suyati, M.Si dalam karya terbarunya terbitan Januari 2014, sistem ini telah mengabaikan kapasitas, integritas dan kapabilitas moral dan pengetahuan calon pemimpin. Karena, yang dibutuhkan calon pemimpin dalam sistem politik “dagang sapi” ini adalah popularitas dan kemampuan ekonominya yang kuat, bukan lagi kapasitas, integritas dan kapabilitas kepribadiannya. Demokrasi di Indonesia diakuinya menjadi proses transaksional dan proses industrialisasi politik yang paling kapitalistik di dunia, bahkan melampaui praktik yang pernah ada di Amerika Serikat.
Sidang Jum’at yang Berbahagia!
Untuk itu, pada khutbah kali ini, Khatib akan mengulas sedikit mengenai bagaimana memilih pemimpin dalam konsepsi Islam. Kriteria apa yang harus dimiliki seorang pemimpin? Diharapkan tema ini menjadi semacam pencerahan bagi kita semua, dalam memilih pemimpin pada pesta politik besok 9 April 2014. Nabi Muhammad lahir ke dunia, untuk menggenapkan misi suci yang telah dibawa para nabi dan rasul sebelumnya. Allah telah menurunkan risalah yang satu ini, untuk memimpin dan membimbing manusia di segala zaman. Perbedaan bahasa dan budaya, serta tantangan lingkungan di setiap masa, tidak dapat menyimpangkan nilai-nilai universal Islam yang dibutuhkan manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Nilai-nilai universal itu, antara lain: mengesakan Allah Sang Pencipta (tauhid), menegakkan keadilan, menebarkan kedamaian dan kebaikan, serta mencegah kemungkaran dan penindasan. Untuk menjalankan misi yang berat ini, maka diperlukan karakter manusia yang kokoh integritas dan kepribadiannya, sebagaimana tercermin dalam sifat-sifat wajib Nabi yang empat, yaitu shidq atau jujur, amānah atau dapat dipercaya, fathānah  atau cerdas, dan tablīgh atau komunikatif dalam istilah manajemen modern.
Karena keterbatasan waktu, fokus khutbah kali ini adalah tentang karakter amānah atau dapat dipercaya. Apa itu amanah? Bagaimana Islam bicara tentang amanah? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang harus diajukan. Terma “amanah” sesungguhnya merupakan istilah bahasa Arab yang telah mengalami pengindonesiaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ditemukan dua kata yang menunjuk makna “amanah” dalam bahasa Arab, yaitu amanah atau amanat. “Amanah” dapat diartikan sebagai: pesan yang dititipkan kepada orang lain untuk disampaikan; keamanan dan ketenteraman; atau kepercayaan. Sedangkan “amanat” mengandung arti: sesuatu yang dipercayakan atau dititipkan kepada orang lain; bisa berarti pesan, nasihat atau petuah yang baik dan berguna dari orangtua; atau bisa juga bermakna perintah dari atasan atau wejangan dari seorang pemimpin. Sedangkan dalam bahasa Arab, “amanah” merupakan kata benda dari Amuna-Ya’munu-Amnan wa Amanatan, yang berasal dari akar kata Hamzah, Mim dan Nun. Di dalam Kamus Mu’jam Maqayis al-Lugah disebutkan bahwa kata “amanah” memiliki dua makna, yaitu lawan dari kata “khianat”, yang berarti ketenangan atau ketenteraman hati; dan juga bisa berarti al-tasdiq atau pembenaran.
Hadirin Sidang Jumah Rahimakumullah!
Dari akar kata yang sama dengan amanah, juga muncul kata “Iman” dan “aman”. Artinya, amanah itu terkait dengan keimanan, bahkan keimanan menjadi dasar bagi suatu amanah. Di dalam Musnad Ahmad ibn Hambal Juz III ditemukan hadis لاَ إِيمَانَ لِمَنْ لاَ أَمَانَةَ لَه (Tidak ada keimanan bagi orang yang tidak memiliki amanah). Ini pula yang dimaksud Q.S. al-Mu’minun: 1-8 bahwa salah satu ciri orang beruntung adalah Mukmin yang memelihara amanah yang dipikulnya:
tûïÏ%©!$#ur öNèd öNÎgÏF»oY»tBL{ öNÏdωôgtãur tbqããºu‘ ÇÑÈ  
Amanah yang berdasar keimanan itu pada gilirannya dapat melahirkan rasa aman dan keamanan. Ragib al-Isfahani dan Farid Wajdi sepakat bahwa amanah itu melahirkan Tu’maninat-un-nafs (ketenteraman jiwa) dan sukun-ul-qalb (ketenteraman hati). Oleh karena itu, wajar kalau Rasulullah dalam hadis Bukhari menyebutkan bahwa apabila amanah tersia-siakan, tidak ditunaikan, maka akan datang suatu kehancuran yang melahirkan rasa ketidakamanan.   
إِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ، قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: إِذَا أُسْنِدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ.
 “Bila amanah disia-siakan, maka tunggulah saat kehancurannya. Sahabat bertanya: Bagaimana bentuk penyia-nyiaan amanah itu? Rasul menjawab: Bila persoalan diserahkan kepada orang yang tidak berkompeten, maka tunggulah saat kehancurannya” (H.R. Bukhari).


Hadirin Yang Berbahagia!
Amanah menempati posisi strategis dalam syariat Islam, bahkan dalam suatu sistem pemerintahan. Rasulullah yang mendapat gelar Al-Amin, yaitu orang yang terpercaya, menegaskan bahwa amanah menjadi salah satu pembeda kaum muslim dengan kaum munafik. Dalam hadis Muttafaq ‘Alaih, Rasul bersabda:
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ.
 “Tanda-tanda munafik itu ada tiga: apabila bicara, berdusta; apabila berjanji mengingkari; dan apabila dipercaya (amanah), berkhianat”.
Rasulullah sendiri telah memperingatkan kaum Muslim agar tidak sembarangan memberikan amanah (kepercayaan) kepada orang lain, terutama apabila ia adalah sanak familinya. Sabda Rasul: “Barangsiapa yang mengangkat seseorang (untuk suatu jabatan) karena semata-mata hubungan kekerabatan dan kedekatan, sementara masih ada orang yang lebih tepat dan ahli daripadanya, maka sesungguhnya dia telah melakukan pengkhianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman” (H.R. al-Hakim).
Lebih jauh, Rasulullah dalam Sahih Muslim Juz III, tidak mau memberikan amanah kepada Abu Dzarr al-Gifari ketika meminta suatu jabatan, bahkan Rasul mengatakan bahwa engkau terlalu lemah untuk posisi tersebut.
عَنْ أَبِي ذَرِّ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُوْلُ اللهِ أَلاَ تَسْتَعْمِلْنِي؟ قَالَ فَضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى مَنْكِبِي ثُمَّ قَالَ (يَا أَبَا ذَرِّ إِنَّكَ ضَعِيْفٌ وَإِنَّهَا أَمَانَةٌ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ إِلاَّ مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ فِيْهَا).
Dari Abu  Dzarr, ia berkata: Saya berkata kepada Rasulullah, Wahai Rasul, hendaklah engkau memberiku jabatan! Rasulullah kemudian menepuk punggung saya seraya berkata, Wahai Abu Dzarr, sesungguhnya engkau itu lemah dan sungguh jabatan itu adalah amanah, dan jabatan itu pada hari kiamat hanyalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mengambilnya secara benar dan melaksanakannya dengan sebaik-baiknya”

Jamaah Jumah Rahimakumullah!
Dengan demikian, posisi Islam terhadap amanah ini sangat jelas sekali urgensinya dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam kehidupan berpolitik dan bernegara. Banyak dijumpai dalam al-Qur’an, ayat-ayat yang menyuruh melaksanakan amanah dengan sebaik-baiknya. Dalam Q.S. al-Nisa: 58 misalnya menyebutkan:
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù’tƒ br& (#r–Šxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #’n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAô‰yèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $Jè‹Ïÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ   
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.

Meskipun ayat tersebut turun dalam masalah ‘Usman bin Talhah al-Hujubi tentang kunci Ka’bah yang diminta oleh al-‘Abbas agar dia yang memegangnya, kemudian Allah menurunkan ayat tersebut sebagai perintah agar memberikan amanah kepada orang yang berhak, namun menurut Prof. Wahbah al-Zuhaili dalam al-Tafsir al-Wasit Juz I, ayat tersebut tetap berlaku bagi setiap orang agar melaksanakan amanah yang menjadi tanggungannya, baik kepada khalayak maupun kepada individu.
Pada ayat lain, meskipun tidak menggunakan kata kerja perintah secara langsung seperti pada ayat di atas, tetapi tetap mengandung perintah untuk melaksanakan amanah, karena menggunakan fi’il mudari yang disertai huruf lam perintah, yaitu terdapat dalam QS. al-Baqarah: 283.
* ÏjŠxsã‹ù=sù “Ï%©!$# z`ÏJè?øt$# ¼çmtFuZ»tBr& È,­Gu‹ø9ur ©!$# ¼çm­/u‘
“Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya”.

Hadirin! Demikianlah amanah sangat penting posisinya dalam segala kehidupan manusia, karena tanpa amanah, berbagai macam aturan, undang-undang dan sebagainya tidak dapat terlaksana dengan baik. Oleh karena itu, wajarlah jika Allah memberikan amanah sebagai suatu bentuk ketaatan. Amanah tidak hanya terkait dengan aspek diniyah seperti ibadah, tapi juga terkait dengan aspek duniawi seperti jabatan dan kekuasaan. Hal ini terkait dengan kondisi tahun politik 2014, di mana kita dihadapakan pada banyak pilihan Caleg-caleg, yang fose dan fotonya terpampang hampir di setiap sudut jalan protokoler, bahkan di gang-gang sekalipun. Semoga khutbah ini dapat memberi pencerahan bagi kita untuk memilih calon-calon pemimpin bangsa yang amanah, karena kita tidak salah memilih. Ingat! Jika kita tidak memilih pemimpin yang amanah, maka tunggulah saat kehancuran bangsa ini.           
بارك الله لي ولكم ولسائر المسلمين والمسلمات فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.
KHUTBAH KEDUA:
الحمد لله الذي أكمل لنا ديننا وأتم علينا نعمته ورضي لنا الإسلام ديناَ. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لاشريك له وأشهد أن محمّدا عبده ورسوله. اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى أله واصحابه أجمعين. أما بعد: فياأيهاالمسلمون الكرام, إتقوا الله حق تقاته ولا تموتنّ إلا وأنتم مسلمون.
Hadirin, rahimakumullah! Pada khutbah kedua ini, marilah kita memohon kepada Allah, agar kita selaku bangsa diberi kekuatan iman oleh Allah untuk memilih calon-calon pemimpin bangsa yang memiliki sifat-sifat kenabian, yang salah satunya adalah berkarakter amanah. Amin ya Rabbal alamin!
 إن الله وملاءكته يصلون علي النبي. ياأيهاالذين أمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما. اللهم صل علي سيدنا محمد وعلي أل سيدنا محمد والحمد لله رب العالمين. اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات. إنك سميع قريب مجيب الدعوات, ويا قاضي الحاجات. اللهم أعز الإسلام والمسلمين, وأصلح ولاة المسلمين, وألف بين قلوبهم وأصلح ذات بينهم وانصرهم علي عدوك وعدوهم, ووفقهم للعمل بما فيه صلاح الإسلام والمسلمين. اللهم لاتسلط  علينا بذنوبنا من لايخافك ولايرحمنا, يا أرحم الراحمين. ربنا أتنا في الدنيا حسنة وفي الأخرة حسنة وقنا عذاب النار. والحمد لله رب العالمين.
عباد الله, ان الله يأمر بالعدل ولإحسان وإيتاء ذي القربي وينهي عن الفحشاء والمنكر والبغى, يعظكم لعلكم تذكرون ولذكر الله أكبر. أقم الصلاة !