Minggu, 09 Februari 2014

Serial Drama: "POJOK MASJID"

Seperti biasa setelah sholat Maghrib berjamaah, Kaji Budi, Indro, Kasino,  Dono, Ustadz Ishari dan Gus Bejo duduk bersama di Kantor Takmir yang juga difungsikan sebagai Basecamp pemuda bersarung (sebutan remaja masjid.red). Terkadang sebatas mengobrol, rebahan, diskusi atau berlatih ‘Banjarian’—sebutan memainkan alat terbang al-Banjari – untuk persiapan jika ada undangan dari luar atau persiapan lomba.
Dan ketika itu, terjadilah diskusi kecil-kecilan di antara mereka.
Kaji Budi: “Coba perhatikan, Masjid kita bagus ya bro!”
Indro: ‘Oh ya jelas tho Ji, lhawong hampir tiap tahun setiap dana cair dari hasil panen Tebu, Masjid ini diper-Cantik bangunannya, iyo tho?
Kaji Budi: “Sippp, betul sekali ndro.”
Kasino: “Kalo menurutku ya bro, Masjid ini tidak sekedar bagus lho, Masjid kita ini buuuagus, indah dan megah bro. Ini menurutku bro, ndak tahu kalau menurut Mas Dhani dan Mas Anang.
Dono: “Hahaha, gaya lu Kaaas..Kas! Kayak juri Indonesian Spidol saja! Hahaha.. Semuapun tertawa.
Gus Bejo: “Zaaa...za..za, saya setuju sekali dengan elu Kas, Masjid kita ini bagus, indah dan megaaaaah. Yach, kita ucapkan terimakasih saja buat pengurus Masjid ini yang sudah berupaya memakmurkan dan memperbagus bangunan masjid ini.
Kaji Budi: ”Yak, bethul, betul, betul. (Gaya Upin Ipin). Kalo begitu kita musti berdoa sajaaa, mudah-mudahan pengurus Masjid ini terus memperbagus bangunan Masjid ini biar tambah megaaaaaah!” hehehe...
Gus Bejo: “Nggeh, silahkan berdoa, tapi sampean-sampean ini sebagai penggerak dan pimpinan Jamaah “Pengguncang Kampung” kudu terus semangat lho ya, semangat memakmurkan masjid ini, semangat dan semangat.
Kaji Budi: “Se..se..se...se’! Maksudnya Jamaah “Pengguncang Kampung” niku pripun (itu apa) Gus?”
Gus Bejo: “Loooh, apa sampean-sampean ini ndak sadar kalau tiap kamis malam Jumat itu membikin telinga orang-orang sekampung ini guncang karena bunyi pukulan terbang sampean yang ndak karu-karuan itu?” Hahaha. Tapi beruntung ada suara merdu Kaji Budi yang melantunkan solawat atas Nabi, jadinya suara terbang yang ndak karu-karuan itu bisa sedikit terminimalisir. Hahaha.
Kaji Budi: ”Lah terus nopo hubungane (apa hubungannya) pembangunan Masjid sama rasa semangat kita dalam bersholawat Gus?”
Gus Bejo: “Ngene lo dulur, pada waktu jamaah “Pengguncang Kampung” ini mulai berdiri tanggal 15 April 2013, tepatnya kurang lebih setahun yang lalu, Pak Takmir pernah tho memberi janji kepada kita bakal membelikan Alat terbang Banjari kalo dah dapat dana dari Panen Tebu?” “Iya tho?”
Iya.. iya..ya bener! Jawab Dono, Kasino dan Indro serempak.
Dono: “Oh tentu kita ndak lupa itu...” Sahut Dono penuh semangat.
Kaji Budi: “Oh ya, saya juga baru ingat, tapi saya masih belum mudeng (faham) hubungannya dengan yang tadi Gus?”
“Iya Gus, kita juga belum mudeng.” Jawab Dono, Kasino dan Indro serempak.
Gus Bejo: “Jadi begini, kenapa dulu itu Pak Takmir tidak langsung membelikan alat terbang banjari kepada Remaja masjid itu karena pada waktu itu belum ada dana. Jadi, hanya bisa menjanjikan bakal membelikan kalau sudah ada dana dari hasil panen Tebu.”
Kaji Budi: “Lah..laaah, berarti bagus dong itu, sekarang itu dah panen Tebu, iya tho? Berarti sebentar lagi REMAS dah punya alat terbang Banjari sendiri, ndak pinjem lagi. Justeru itu bakal nambah semangat Gus.”
“Bethul...bethul...bethul. Yesss, kita punya alat sendiri.” Jawab Dono, Kasino dan Indro serempak.
Gus Bejo: “Hehehe, Gus’e iki durong mari oleh’e njelasno (belum selesai menjelaskan), dengarkan dulu tho..., justeru dari sini nanti saya khawatir muncul rasa kurang semangat dari diri kalian karena tidak sesuai dengan apa yang kalian harapkan.”
Dono: “Loh memangnya kenapa Gus?”
Gus Bejo: “Oke saya jelaskan, tapi jangan kecewa lo ya...?”
“Oke Gus, siip!” Jawab mereka serempak.
Gus Bejo: “Ya, Jadi begini... kemarin saya sudah sempat menanyakan atau menagih janji ke Pak Takmir dan beliaunya memberi jawaban begini, “Iya, saya dulu sudah janji ke kalian untuk membelikan alat terbang Banjari, tapi gimana ini ya... Rego Tebu taon iki Ajor rek, dadine gak isok nukokne Alat banjari iki, polane rencanane duite bakale digawe dandani Payon Kantor Takmir ambe’ Payon’e gedung TPQ.” (Harga jual Tebu sekarang hancur, jadi gak bisa belikan alat terbang Banjari, karena dananya nanti dipakai buat teras kantor takmir dan teras TPQ). Jadi begitu...”
Kaji Budi: “Haduuuh, lemes.. Berarti Doa saya tadi salah dong Gus? Seharusnya, berdoanya mudah-mudahan pembangunannya ditunda dulu, biar kita punya alat sendiri dan ndak pinjem lagi.”
Gus Bejo: “Lho zaaa, mulai ndak semangat... Ya doamu tadi itu ndak salah kok. Masjid yang bagus, siapa yang tidak suka? Masjid yang indah, nyaman siapa yang tidak suka? Masjid yang Megah siapa yang tidak suka? Semua pada suka tho?”
Kaji Budi: “Iyaa... tapi apa ndak ada sisa dana buat beli alat itu?” Tanya Kaji Budi penuh harap.
Gus Bejo: “Wah ya ndak tahu, mudah-mudahan ada...hehehe.”
“Aamiin!” Jawab mereka serempak.
Gus Bejo: “Yach, jadi intinya masjid itu bolehlah diper-Cantik, diper-Ganteng, diper...apalagi? O ya, diperbagus, tapi kita musti waspada jangan sampai kebablasan. Jangan sampai masjid dibangun hanya untuk Apik-api’an, Cantik-cantikan, ganteng-gantengan, artinya masjid itu dibangun hanya untuk bermegah-megahan. Ndak baik itu... sama sekali ndak baik dan ndak perlu.”
Mendengar obrolan ini, Ustadz Ishari yang dari tadi terlihat sibuk baca Kitab, akhirnya angkat bicara.
Ustadz Ishari: “Nggeh, saya sepakat dengan Gus Bejo... bermegah-megahan dalam membangun Masjid itu ndak baik.”
Kasino: “Loh, apakah maksud panjenengan berarti pengurus takmir sekarang itu lebih mementingkan pembangunan raga daripada jiwa tadz?”
Ustadz Ishari: “Loh, ndak boleh su’udzon dulu, saya cuma mengingatkan saja agar kita semua sebagai generasi penerus tetap waspada jangan sampai kebablasan dalam pembangunan masjid, lebih-lebih hanya untuk bermegah-megahan, bukan begitu Gus Bejo?”
Gus Bejo: “Yak, betul… Monggo dilanjut lagi ngajinya Ustadz!”
Ustadz Ishari: “Yak saya teruskan, tapi jangan lari ya…?”
“Hahaha…” Semuapun tertawa.
Ustadz Ishari: ”Yak jadi, Masjid menurut pendapat saya seharusnya menjadi tempat paling afdhol bagi semua muslim untuk berkeluh-kesah, berinteraksi batin dengan Sang Khalik, dan bersimpuh menyadari betapa kecilnya diri kaum muslim dihadapan Sang Maha Dari Segala Yang Agung. Masjid, bukanlah tempat yang justru digunakan untuk menunjukkan bahwa diri kita ini lebih dari yang lain dalam segala hal, bahkan dalam hal lebih hebat tingkatan ibadah kita sekalipun. 
Semangat untuk membangun masjid menurut pendapat saya tidak hanya sekedar untuk menunjukkan bahwa kita memiliki tempat ibadah bila dibandingkan dengan kelompok ataupun kaum lainnya. Apalagi apabila didasari semangat bahwa masjid hanya merupakan proyek mercusuar yang entah kecil ataupun besar dilandasi sikap pamer bahwa lingkungan kita memiliki tempat ibadah yang lebih megah daripada lingkungan lainnya.
Semangat tersebut sama sekali sangat mencederai niat ikhlas kita dalam membangun masjid. Kita sejatinya bukan membangun masjid demi kepentingan umat, namun sebenarnya lebih didasari oleh sikap pamer kemampuan kita. Padahal rasulullah mengingatkan dengan sangat tegas:
Anas mengatakan, “Banyak orang yang akan bermegah-megahan dalam mendirikan masjid, tetapi mereka tidak memakmurkannya melainkan sedikit” [HR Bukhari]
Aku tidak menyuruh kamu membangun masjid untuk kemewahan (keindahan) sebagaimana yang dilakukan kaum Yahudi dan Nasrani. (HR. Ibnu Hibban dan Abu Dawud).
Benar, sekali bahwa Allah sangat menyukai keindahan, kebersihan dan kerapian. Tidak salah memang jika kita menghias dan memperindah Baitullah.
Rasulullah Saw menyuruh kita membangun masjid-masjid di daerah-daerah dan agar masjid-masjid itu dipelihara kebersihan dan keharumannya. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Namun perlu diingat, perilaku berlebih-lebihan, niatan pamer, bahkan pemborosan adalah perilaku yang sangat tidak disukai oleh Allah.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” [Al Israa’:26-27]
Bahkan dalam menghias masjid pun, Khalifah Umar dengan tegas menyatakan bahwa keutamaan masjid adalah mampu memberikan perlindungan yang memadai bagi para jamaah ketika berjamaah, bukan menghiasnya berlebihan sehingga mengganggu kekhusukan ibadah kita.
Umar menyuruh membangun masjid dan berkata, “Lindungilah manusia (yang berjamaah di dalamnya) dari hujan. Jangan sekali-kali diwarnai merah atau kuning karena hal itu dapat menyebabkan orang-orang tergoda (tidak khusuk).” [HR Bukhari]
Masjid yang sederhana namun nyaman untuk dikunjungi, makmur, bersih, sehat, penuh dengan kegiatan syiar yang cerdas merupakan satu hal yang jauh lebih baik menurut saya ketimbang Masjid yang besar dan megah namun membuat kita menjadi sebagian umat yang suka menengadahkan muka, membusungkan dada dan lupa diri, apapun alasannya. Jadi begitu.
Gus Bejo: Wah mantab sekali ustadz, yak jadi intinya kita saling mengingatkan saja. Seperti yang sudah dijelaaskan di atas, masjid itu bolehlah diper-Cantik, diper-Ganteng, diper...apalagi? O ya, diperbagus, tapi kita musti waspada jangan sampai kebablasan. Jangan sampai masjid dibangun hanya untuk Apik-api’an, Cantik-cantikan, ganteng-gantengan, artinya masjid itu dibangun hanya untuk bermegah-megahan. Ndak baik itu... sama sekali ndak baik dan ndak perlu.”
“Nggeh… nggeh…nggeh.’ Jawab mereka serempak.
Gus Bejo: “Dan… satu lagi pesan saya, semoga kita tetap semangat, tetap istiqomah, berlomba-lomba memakmurkan Masjid ini. Pengaosan Hari Minggu yang dibimbing Ustadz Hari ini bisa terus Istiqomah, dan juga untuk Jamaah Pengguncang Kampung pimpinan Kaji Budi melalui sholawat dan pukulan terbangnya ini juga tetap istiqomah meski alatnya hingga sekarang masih pinjem, hahaha…”
“Hahahahaha…, Oke Siap!” Sahut mereka serempak.
Ustadz Ishari: “Gkgkgkgkgk, Nggeh pun, sampun Isya’, monggo kitho sareng-sareng sholat berjamaah isya’.
Monggo…monggo!”
“Allohu ‘alam… Allohumma Sholli ‘ala sayyidina Muhammad!.”