Rabu, 21 November 2012
FILOSOFI POHON KELAPA
(Kisah ketawadlu’an Kyai Hamid Pasuruan )
Kita pasti mengetahui, bahwasanya guru mana yang tidak mau semua
muridnya berhasil dan sukses dalam mata pelajarannya. Tak ayal jika guru
ketika berada di rumah sang guru mondar-mandir, ke sana ke mari, hanya
perlu memikirkan metode pengajaran yang mudah dipaham oleh para
muridnya.
Hal inilah yang pernah dialami oleh Ust. H. Syamsul huda,
seniman kaligrafi berkaliber nasional jebolan Pondok Pesantren
Salafiyah. Selain sangat ahli dalam masalah seni tulis dan lukis
kaligrafi, beliau juga sangat ahli dalam masalah ilmu Nahwu.
Al-Kisah dahulu, ketika Ust. Syamsul masih mengajar ilmu nahwu di PonPes
Salafiyah, Mulai ba'da shalat shubuh Ust. Syamsul mulai mondar mandir
di depan kantor madrasah salafiyah. Yang diberpikir tiada lain adalah
menggunakan metode apakah yang paling tepat agar semua anak didiknya
mendapat nilai bagus semua. Padahal jika dilihat, nilai siswa pada
pelajaran nahwu yang diajarkan oleh Ust. Syamsul terbilang lumayan
relatif, seperti layaknya sekolah- sekolah formal yang lain pastilah ada
satu dua anak yang dapat nilai merah.
Sudah hampir jam masuk
sekolah Ust. Syamsul masih saja mondar-mandir di depan kantor madrasah.
Ketika itu Kiai Hamid yang berada di teras ndalem melihat Ust. Syamsul
yang terlihat seperti orang linglung. Kiai Hamid pun datang menghampiri
Ust. Syamsul.
“Sul ? ayo melok aku.” ( Sul ? Ayo ikut Saya ). Ajak
Kiai Hamid. Lalu, Ustad yang kini mengisi jajaran staf pengajar di
madrasah tsanawiyah dan aliyah tersebut digandeng tangannya sampai di
samping ndalem (kediaman) Kiai Hamid. Di situ Ust. Syamsul ditunjukkan
sebuah pohon kelapa yang masih sedikit buahnya.
“ Sul ? awakmu weroh
ta lek krambil iku gak kiro dadi kelopo kabeh. Yo onok sing lugur, onok
sing dadi degan langsung di ondoh, onok seng dadi kelopo iku mek titik,
loh ngono iku mau masio wes dadi kelopo kadang sek dipangan bajing.
Cobak pikiren mane, seumpamane lek kembang iku dadi kabeh, sing sakaken
iku uwite nggak kuat engkok”.
( Sul ? apakah kamu tahu, kalau
“krambil” ( bunga kelapa) itu tidak akan jadi kelapa semuanya. Ya ada
yang terjatuh, ada yang masih jadi degan akan tetapi sudah diambil, ada
juga yang sudah jadi kelapa, itu pun sedikit. Walaupun sudah jadi
kelapa, terkadang belum dipanen sudah dimakan sama tupai dulu. Coba kamu
pikir, kalau bunga itu jadi kelapa semua, yang kasihan itu pohonnya,
pasti tidak akan kuat.) ujar Kiai Hamid. Belum Ust. Syamsul menjawab
Kiai Hamid melanjutkan lagi. “anggepen ae wet kelopo iku mau guru, lek
onok guru muride dadi kabeh yo angel, yo onok sing bijine elek, yo onok
sing pas-pasan. Yo onok mane sing apik. Engko lek muride oleh nilai apik
kabeh sak’aken gurune, biso-biso lek nggak kuat guru iku mau biso
ngomong “ikiloh didikanku, dadi kabeh sopo disek gurune” lah akhire isok
nimbulno sifat sombong.
Paham awakmu Sul ? Lek paham wes ndang
ngajaro, sekolahe wes wayahe melebu.” (anggap saja pohon kelapa itu
tadi adalah guru. Kalau ada seorang guru yang muridnya sukses semua itu
sangat sulit. Ya pastinya ada yang nilainya jelek, ada yang nilainya
biasa-biasa, dan ada juga yang nilainya bagus. Nanti kalau nilai
muridnya bagus semua yang kasihan adalah gurunya.
Bisa-bisa guru
tersebut berbicara “ini loh, anak didikku, semuanya sukses, siapa dulu
gurunya” lah, akhirnya bisa menimbulkan sifat sombong.
Kamu
paham Sul? Kalau paham cepat mengajar, sudah waktunya jam masuk
sekolah.) tambah Kiai Hamid. Tanpa menjawab Ust. Syamsul pun langsung
undur diri dari Kiai Hamid. Subhanalloh ? padahal, Ust Syamsul masih
bercerita sedikit pun , akan tetapi sudah menjawab semua yang dikeluhkan
oleh Ust. Syamsul, dengan menggunakan sebuah filosofi pohon kelapa.
Setiba dikelas Ust. Syamsul masih terpikir oleh ucapan Kiai Hamid tadi.
?? benar juga apa yang dikatakan oleh beliau (Kiai Hamid ?. Ujar Ust.
Syamsul dalam hati ). Sebaiknya cerita ini bisa menjadi ibrah bagi para
guru, agar tidak terlalu berkecil hati ketika ada
satu-dua anak didiknya yang tidak mampu pada pelajaran yang guru ajarkan. Dibalik itu semua pasti akan ada hikmahnya ?
Sumber : Pondok Salafiyah Pasuruan
Langganan:
Postingan (Atom)